Hari Rabu tanggal 20 Mei 2020 merupakan momen penting dalam sejarah perjuangan komunitas Dayak Iban Sungai Utik. Akhirnya melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hutan adat milik masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik diakui oleh negara. Berdasarkan surat keputusan (SK) yang disahkan Menteri Lingkungan Hidup kepada Masyarakat Hukum Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Ketemenggungan Jalai Lintang dengan luas kurang lebih 9.480 hektare. Perjuangan bersama komunitas sejak 22 tahun lalu akhirnya membuahkan hasil yang diimpikan. Sungai Utik adalah bukti keteguhan mempertahankan wilayah hutan adat. Inilah cerita jaga hutan dan kearifan lokal masyarakat di Hutan Adat Sungai Utik.
Jaga Hutan Dijalani Turun Temurun
Hutan Adat Menua Sungai Utik terletak di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Ketemenggungan Iban Jalai Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Masyarakat hidup tentram, rukun dan damai di kawasan hutan adat. Hutan yang tetap lestari di wilayah ini tak lepas dari kebiasaan jaga hutan dari nenek moyang dulu. Setia menjaga hutan selalu diajarkan dari generasi ke generasi di Sungai Utik. Saat ini, Sungai Utik dihuni oleh 300-an jiwa. Mereka ada yang tinggal di rumah panjang dan ada juga di rumah tunggal.
Mengenal Apai Janggut
Bandi anak Ragae atau akrab disapa Apai Janggut adalah Tuai Rumah Sungai Utik atau kepala rumah. Sejak dulu sistem pemerintahan yang baik sudah diterapkan di rumah panjang. Saat akan membangun rumah panjang akan dipilih satu tokoh yang dianggap layak menjadi Tuai Rumah. Orang yang menjadi kepala rumah biasanya dianggap mampu bersikap bijaksana, punya kharisma dan mau dengan ringan hati mengurus rakyatnya. Apai Janggut merupakan tokoh masyarakat adat dan pejuang lingkungan di Sungai Utik.
Jaga Hutan Adalah Menjaga Kehidupan
Kearifan lokal masyarakat Sungai Utik menjaga hutan membuat keseimbangan alam yang tetap terjaga hingga sekarang. Sungai Utik yang berarti sungai yang jernih demikianlah air jernih yang terus mengalir ke rumah-rumah. Masyarakat Sungai Utik tidak pernah kesulitan air bersih serta bahan makanan. Semuanya sudah tersedia di hutan dan alam Sungai Utik.
Kearifan Lokal Masyarakat di Hutan Adat Sungai Utik
Beduruk ngupas tanah ngau ngupas ae’ dalam bahasa Iban yang berarti gotong royong membersihkan tanah dan air. Biasanya masyarakat bersama-sama membersihkan jalan menuju instalasi air bersih di hulu sungai. Untuk memastikan air tetap bersih mengalir ke rumah-rumah, setiap 10 hari sekali ada satu group piket yang akan memeriksa jalur pipa air. Setiap bilik mengutus satu orang untuk tergabung dalam group piket yang akan memeriksa dan memperbaiki jika ada kerusakan pada jaringan air bersih.
Menariknya, sembari membersihkan jalan menuju sumber air Indai dalam bahasa Iban yang artinya ibu-ibu memanen hasil hutan seperti rotan, umbut, sejenis getah kayu yang bisa digunakan untuk menghidupkan api, dan pandan-pandanan untuk membuat anyaman.
Mengenalkan Jaga Hutan Lewat Film
Kynan Tegar adalah salah satu anak muda dari komunitas Dayak Iban Sungai Utik. Usianya 15 tahun, kepiawaiannya mengabadikan momen baik foto dan video patut diacungi jempol. Kynan aktif membuat film tentang Hutan Adat Sungai Utik dan mendapatkan banyak penghargaan. Salah satunya film “Mali Umai” yang telah diputar di Rainforest Fringe Festival di Kuching, Malaysia. Saat itu aku menyaksikan langsung kehadiran Kynan di panggung International Indigenous Film Festival 2019. Terharu sekaligus bangga melihat anak muda seumuran Kynan dengan kreatifitasnya mengenalkan adat dan budaya di Kalimantan Barat khususnya Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu.
Penghargaan Kalpataru
Berkat kesetiaan jaga hutan Dusun Sungai Utik mendapatkan penghargaan Kalpataru pada kategori Penyelamat Lingkungan. Masyarakat adat Sungai Utik dinilai berhasil melakukan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup atau pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
Wisata Alam dan Budaya Sungai Utik
Bersama jaga hutan yang dilakukan masyarakat Sungai Utik membuat banyak orang ingin datang berkunjung. Tamu-tamu yang datang ke Sungai Utik merasa senang dengan wisata alam dan budayanya yang kental. Pengembangan wisata alam dan budaya Sungai Utik ditangani sepenuhnya oleh komunitas Sungai Utik. Bersama dengan beberapa lembaga yang mendampingi agar kehadiran wisata alam dan budaya ini dapat selalu selaras dengan adat dan budaya Sungai Utik.
Pesan Apai Janggut Setelah Mendapatkan Status Hutan Adat
“Rasa hati, pikiran, dan perasaan saya karena ini sudah didapat rasanya lega, saya berharap agar apa yang sudah diperoleh ini dipertahankan oleh anak cucu, diatur dengan baik untuk kehidupan mereka hingga akhir nanti, sehingga kami yang tua ini bisa lega karena meneruskan wilayah adat yang jelas dan dapat dimanfaatkan sepenuhnya dengan aman oleh rakyat Sungai Utik.”
“Jika rakyat disini ingin membuat rumah, tanah masih luas, kayu untuk membuat rumah masih banyak, contohnya pembuatan pagar rumah panjang ini, tergantung kemampuan mengerjakannya, karena kayu masih banyak. Jika tanah menua menjadi milik orang lain, kita harus minta, harus membeli, kalaupun orang mau membagi, atau menjual.”
“Rakyat Sungai Utik hanya berpikir untuk kaya alam. Kalau kaya uang, kayu dijual untuk mendapat uang, tapi habis kayu, habislah uang. Jika kita kaya alam, kayu kita tanam, kayu tidak akan habis, makin hari makin bertambah, apalagi di Sungai Utik ini ada aturan menebang satu pohon harus mengganti dengan dua pohon, karena itu sekarang setiap keluarga menanam di tanah sendiri untuk anak cucu kelak, seperti sekarang damun (bekas ladang) yang saya punya selalu ditanam sekarang sudah kembali menjadi hutan dengan berbagai jenis kayu yang bermanfaat.”
“Karena itulah di Sungai Utik ini semua diatur, contohnya saat berladang, kita tidak boleh berladang di puncak bukit, karena puncak bukit digunakan sebagai Pulau (bank benih), saat angin bertiup benih akan terbang kebawah dan tumbuh, begitulah cara orang tua memperbanyak tanaman.”
Hari Hutan Indonesia
Kita baru saja memperingati Hari Hutan Indonesia pada tanggal 7 Agustus yang lalu. Penetapan Hari Hutan Indonesia ini memiliki sejarah yang panjang. Sejak 3 tahun yang lalu melalui petisi di change.org/jagahutan. Hingga saat ini petisi tersebut sudah ditandatangani lebih dari 1,4 juta orang. Lalu, mengapa tanggal 7 Agustus?
Nah, tanggal 7 Agustus ini merupakan saat dimana penandatanganan Inpres No.5/2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut. Inilah yang menjadi sebuah komitmen nyata dan batu loncatan untuk jaga hutan.
Sekarang kita punya Hari Hutan Indonesia yaitu pada tanggal 7 Agustus. Diingat ya.
Kenapa Indonesia butuh adanya Hari Hutan?
Nah, dengan adanya Hari Hutan Indonesia, maka akan ada satu hari khusus dalam setahun dimana semua pikiran, mata, dan usaha masyarakat Indonesia tertuju pada hutan (hujan tropis) Indonesia.
Semua orang akan merayakan hutan hujan tropis Indonesia beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di Hari Hutan Indonesia. Baik air, udara bersih, habitat berbagai flora dan fauna, sumber pangan, bahan obat-obatan, penyerapan karbon, hingga adat dan budayanya.
Tema Hari Hutan Indonesia yang pertama ini adalah : Hutan Kita Juara
Hutan Itu Indonesia
Hutan Itu Indonesia adalah gerakan terbuka yang percaya akan kekuatan pesan-pesan positif untuk menumbuhkan rasa cinta kepada hutan Indonesia yang sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Hutan Itu Indonesia percaya semua orang bisa berkontribusi untuk menjaga hutan. Serta dengan kolaborasi, kita bisa mendorong adanya perlindungan hutan yang lebih baik untuk kita dan masa depan Indonesia.
Adopsi hutan
Apa itu Adopsi Hutan? Adopsi hutan adalah gerakan gotong royong menjaga hutan yang masih ada, mulai dari pohon tegaknya, hewannya, flora eksotisnya, serta keanekaragaman hayati lain di dalamnya. Melalui adopsi hutan, siapa pun di mana pun bisa terhubung langsung dengan ekosistem hutan beserta para penjaganya.
Kita juga bisa turut berpartisipasi dengan berdonasi ikut adopsi hutan di Hari Hutan Indonesia :
Buka website Hari Hutan Indonesia
Skrol ke bawah
Lengkapi data diri
Pilih jenis pembayaran dan isi komentar
Lalu kamu akan menerima instruksi pembayaran seperti ini
Lakukan pembayaran dan kamu sudah ikut dalam adopsi hutan meskipun kamu jauh dari hutan.
Kesimpulan
Apai Janggut mengatakan jaga hutan artinya menjaga kehidupan. Untuk itu, sebagai generasi muda zaman now mari kita sama-sama jaga hutan dan mengembalikan hutan seperti sedia kala. Hutan adalah harta berharga bagi Indonesia. Generasi millenial perlu mengambil peran dalam melestarikan hutan. Hutan Itu Indonesia, hutan kita juara!. #BeradatJagaHutan
“Kita menjaga alam, alam menjaga kita” – Apai Janggut
Referensi :
Herkulanus Sutomo Manna, anggota komunitas adat Dayak Iban Menua Sungai Utik
Wawancara Agustina Merdekawaty bersama Apay Janggut
Fanspage Sungai Utik
Foto : Kynan Tegar
Online Gathering Wonderful Papua di Hari Hutan Indonesia
wah keren dan detail postingannya. belajar banyak banget dari cerita ini. Selamat dan semangat ya!
Pingback: Inilah Manfaat Adopsi Hutan Untuk Masa Depan - Ini Multi