transisi energi selimut polusi
Eco Blogger

Tantangan Transisi Energi Untuk Kurangi Selimut Polusi

World Meteorological Organization (WMO) atau Organisasi Meteorologi Dunia memprediksi kemungkinan 50% pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius pada tahun 2026 atau selama empat tahun ke depan. Hal ini dikarenakan aktivitas pemanasan global yang setiap harinya terus meningkat. Pemanasan global terjadi karena pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan karbon dioksida dan gas rumah kaca ke atmosfer. Polusi udara yang semakin banyak menyelimuti bumi. Bahan bakar fosil adalah sumber energi yang berasal dari dalam bumi. Bahan bakar fosil terbentuk karena adanya proses alamiah berupa pembusukan dari organisme yang mati ratusan juta tahun yang lalu. Sumber energi tersebut bisa habis contohnya minyak bumi dan batu bara. Diperlukan suatu cara untuk menggantikan energi fosil ke energi non fosil. Artikel kali ini aku ingin sharing tentang tantangan transisi energi untuk kurangi selimut polusi. Baca terus sampai habis ya.

Pada Online Gathering #3 Eco Blogger Squad beberapa hari yang lalu materi yang dibahas adalah tentang transisi energi dan selimut polusi. Isu transisi energi juga dibahas dalam Presidensi G20. Presiden Joko Widodo juga sudah menegaskan Presidensi G20 Indonesia akan fokus terhadap tiga hal yakni global health, transformasi digital dan ekonomi, dan transisi energi.

G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Apa itu Transisi Energi?

pengertian transisi energi

Transisi energi adalah Upaya mengurangi penggunaan energi fosil dengan energi non fosil yang rendah polusi dan emisi gas rumah kaca. Mengapa kita perlu melakukan transisi energi? Karena penggunaan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil yang semakin meningkat, penggunaan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik, hingga pembabatan hutan untuk produksi sumber energi. Transisi energi diperlukan untuk mengikis selimut polutan efek gas rumah kaca yang menyelimuti atmosfer bumi untuk mencegah timbulnya bencana lingkungan.

Gas rumah kaca menyebabkan :
– Naiknya kumpulan polusi yang menyelimuti atmosfer bumi
– Perlahan meningkatkan suhu permukaan bumi (global warming) dan menyebabkan perubahan cuaca secara luas dalam jangka waktu yang panjang (perubahan iklim)
– Perubahan iklim menyebabkan terjadinya bencana lingkungan
– Cuaca Ekstrem: kemarau panas banget, hujan sering banjir
– Bertambahnya volume air laut dari lelehan gunung es di Kutub Utara dan Selatan. Kawasan pesisir banjir dan pulau kecil terancam tenggelam
– Bencana lingkungan seperti: kebakaran hutan, kekeringan gagal panen, banjir, banjir bandang, tanah longsor dan gelombang pasang (banjir rob)

Tantangan Transisi Energi Sektor Transportasi

Biodiesel
– 100% masih menggunakan minyak CPO dari kelapa sawit
– Belum menggunakan bahan baku biofuel generasi kedua (dari limbah) yang tersedia melimpah seperti: minyak jelantah.
– Penggunaan biodiesel dari CPO berisiko menyebabkan penebangan hutan jika terjadi peningkatan permintaan biodiesel.
– Perlu peningkatan penggunaan biofuel generasi kedua dari limbah seperti minyak jelantah yang tersedia melimpah akibat kegemaran memakan gorengan

Kendaraan Listrik
– Pada tahun 2020, 67% pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar dari batu bara (RUPTL, 2021-2030).
– Pada sektor hulu, kendaraan listrik belum sepenuhnya bebas dari emisi GRK yang menyelimuti bumi. Bersih di hilir tapi kotor di hulu.
– Perlu peningkatan pembangkit listrik energi terbarukan dan pemensiunan PLTU batu bara dan PLTD diesel untuk digantikan dengan PLT energi terbarukan

Tantangan Transisi Energi Sektor Kelistrikan

Pasokan energi matahari dan angin tergantung musim dan periode maksimal tidak selalu cocok dengan periode beban puncak konsumsi listrik.
– Pasokan air untuk PLTA dan PLTMH memerlukan ekosistem sungai yang terjaga kelestariannya.
– Lokasi daerah potensial jauh dari penduduk dan infrastruktur memadai (jalan, jembatan serta grid listrik)
– Minimnya kurikulum pendidikan energi terbarukan di perguruan tinggi yang menyebabkan kurangnya SDM ahli energi terbarukan di Indonesia.
– RnD yang belum memadai di Indonesia
– Sektor industri komponen energi terbarukan belum tumbuh di Indonesia sehingga masih tergantung dengan komponen luar negeri (impor barang jadi). Akibatnya harga barang menjadi mahal

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

– Terlibat dalam pengumpulan limbah rumah tangga untuk bahan baku energi non fosil (biodiesel dan biogas).
– Ceritakan praktik baik inovasi pemanfaatan energi terbarukan/non-fosil
– Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
– Menghemat penggunaan listrik
– Mengkampanyekan penggunaan produk energi terbarukan

Selain itu kita juga bisa menggaungkan isu besar seperti Sentralisasi wewenang pengadaan energi skala besar ke Pemerintah Pusat pasca UU Ciptaker. Sehingga Pemerintah Daerah sulit mengembangkan proyek energi terbarukan skala besar. Rendahnya investasi di proyek energi terbarukan. Rendahnya SDM dan RnD tentang teknologi energi terbarukan. Inovasi dan perkembangan teknologi terbaru di bidang energi terbarukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Banner